SEJARAH NAGARI
Kata pusako mengatakan :”Bukan Palangki bak kini, palangkahan dahulunyo, bukan Muaro Bodi bak Kini, Muaro Budi laweh dahulunyo”.
Kenagarian Muaro Bodi dan kenagarian Palangki merupakan kenagarian kembar yang terletak berseberangan sungai batang palangki serta sama-sama berada dalam satu kecamatan yakni kecamatan IV Nagari di Kabupaten Sijunjung. Kedua Nagari itu mempunyai satu sejarah waktu berdirinya tempo dulu. Dalam adat kedua nagari itu disebut :”saadat sapusako, satungkuih bak nasi, sakurucuik bak gulai, saibek bak samba,.” “seadat sepusako, sebungkus seperti nasi, sekerucut seperti gulai, seibat sebungkus seperti sambal”.
Berabad-abad sebelum kedua Nagari itu berdiri, sudah ada lima buah koto sebagai cikal dari kedua Nagari tersebut yang terletak seiliran Batang Palangki. Apakah kelima koto itu benar benar sudah bersetatus koto menurut ketentuan adat, apakah baru merupakan dusun atau teratak hal ini tidak kita ketahui, tetapi karena didalam tambo disebut “koto” maka untuk selanjutnya kita sebut koto saja.
Kita sebut mulai dari hilir sungai batang palangki :
- Koto boduok
- Koto muaro balai
- Koto somin tato
- Koto batu mangunyiek
- Koto bukik pamatang barangan
- Koto boduok didiami oleh kaum yang dipimpin oleh tuangku nan kiramek, kemudian bergelar Dt.Rajo Mudo suku patapang lado di palangki. Kaum ini berasal dari Batipuh Tanah Datar. Koto boduok berperbatasan dengan ulayat Dt.Bramban Basi di Palangki dan dengan ulayat datuk datuk nan ampek koto di Sijunjung.
- Koto Muaro Balai didiami oleh yang diketuai oleh Dt.Lelo Panjang suku patapang gadang di palangki sekarang. Kaum ini berasal dari Andaleh Luak Limo Kota. Ulayat Datuk ini berperbatasan dengan ulayat Dt.Mogek kenamaan di palangki dan dengan ulayat datuk- datuk nan Ampek koto di sijunjung.
- Koto Somin didiami oleh kaum yang dipimpin oleh Dt. Mogek kenamaan suku melayu Baruoh palangki. Kaum ini berasal dari Padang Ganting luhak tanah datar. Ulayat datuk ini berperbatasan dengan ulayat datuk-datuk nan ampek koto di sijunjung dan Dt. Bramban Basi di palangki.
- Koto Batu Mangunyiek didiami oleh kaum yang diketuai oleh Dt.Sinaro nan putih. Kaum ini berasal dari kaum luhak tanah datar. Ulayat datuk ini berperbatasan dengan ulayat Dt.Rajo mudo dan Dt.Beramban basi. Dt.Sinaro nan putih sekarang bersuku caniago di palangki.
- Koto Bukik Pamatang Barangan didiami oleh kaum yang dipimpin oleh Dt.Bramban basi ,kemudian bergelar Dt. Bagindo Rajo dan sekarang bersuku patopang labuoh dan berdiam di Muaro Bodi. Ulayat Dt. Bramban basi berperbatasan dengan ulayat Dt. Mogek kenamaan ,ulayat Dt. Sinaro nan putih , Dt. Rajo mudo dan batas-batas kenagarian koto baru sekarang. Kaum Dt.Baramban basi berasal dari pariangan luhak limo puluh kota juga.
Menurut alamarhum B.Dt. Penghulu Besar dan juga bergelar Dt.Lelo panjang yakni salah seorang dari datuk datuk nan limo koto di Palangki, Muaro Bodi setelah ada kesepakatan datuk datuk nan balimo pada masa dahulunya mereka berebutan untuk membawa kekoto masing-masing untuk mendirikan nagari. Akhirnya mereka bersepakat menjalani lebih dahulu kelima koto itu untuk memilih daerah mana yang lebih baik dijadikan nagari. Setelah menjalani kelima koto itu, maka pilihan tepatlah kedaerah tanjung udani dan ranah timbarau yang berada didaerah ulayat Dt. Bramban basi di Bukit pamatang barangan. Kedua daerah itu tanahnya datar dan dilingkung sungai Batang palangki (nama Batang palangki setelah berdirinya nagari palangki ). Tanah yang datar memudahkan mendirikan perumahan, sungai merupakan sumber air minum, tepian tempat mandi dan sarana perhubungan. Mereka memulailah merintih dan merambah hutan untuk mendirikan tempat pemukiman. Sementara itu mereka bersabar menanti pendatang-pendatang baru agar mereka dapat melengkapi suku mereka dengan dengan orang empat jenis karena menurut adat nagari berdiri sekurang-kurangnya terdiri dari empat buah suku. Yang ada baru lima orang sebagai orang tua. Mereka sangat berharap atas kedatangan kaum-kaum baru yang berasal dari penghulu akan mereka angkat menjadi penghulu, kaum yang mempunyai pangkat manti akan diangkat menjadi manti dan yang berketurunan dubalang diangkat menjadi dubalang, begitu juga halnya dengan yang berketurunan pandito diangkat menjadi pandito karna begitulah menurut barih balabeh adat.
Dalam waktu menunggu-nunggu itu, pada suatu hari cucu nyinyik tuangku nan kiramek dikoto boduok dikejutkan oleh sebuah mundam yang berisi sempelah limau hanyut disungai Batang Palangki. Mundam itu diambilnya dan diperlihatkannya kepada Tuangku nan kiramek sebagai petua kaum. Tuangku nan kiramek membawa mundam yang berisi sempelah limau itu untuk diperlihatkan kepada datuk-datuk nan barampek lainnya, setelah datuk datuk nan barampek memperlihatkan dan menanyakan hal mundam itu kepada cucu kemenakan mereka maka tidak ada yang mengakui bahwa mundam itu kepunyaan mereka ,maka datuk datuk nan balimo berkeyakinan bahwa pasti ada orang yang diam dimudik koto-koto mereka. Mereka bersepakat untuk mencari orang/kaum yang baru datang itu. Sewaktu mereka masih mempercakapka hal itu disebuah lereng bukit, mereka melihat asap mengepul diarah selatan . Mereka saling bertanya :”itu asap siapa?” tempat mereka bertanya itu sampai sekarang disebut ”lereng Gapo” berasal dari kata “asap siapo”. Kemudian mereka turun dari kaki bukit itu menuju arah dimana asap mengepul tadi. Mereka sampailah ditepi sebuah sungai yang sangat dalam dan jernih airnya dan kelihatanlah oleh mereka asal asap itu berada diseberang sungai tersebut, waktu mereka mencari tempat penyeberangan tampaklah muka mereka didalam air seperti becermin dan mereka slalu berbicara dalam penyeberangan itu. Tempat yang sangat dalam dan jernih itu disebut “Lubuk Cermin” berasal dari kata bercermin dan lubuk yang berada dihilir. Penyeberangan mereka dinamakan “Lubuk Darato” berasal dari kata “Bakato-kato=bebicara” . Sesampai mereka diseberang sungai mereka melihat ada orang berkelompok, lantas dari salah seorang datuk datuk nan balimo mahimbau atau memanggil orang orang itu dengan spontan karena kebesaran hati karena sudah datang sebuah kaum yang ramai untuk mendirikan nagari. Karena terkejutnya rombongan tadi mereka lari arah kebarat daya dengan bertalun talun=lari searah dulu mendahului. Datuk nan balimo memperlihatkan mundam yang berisi sampalah limau dan mengatakan bahwa mereka tidak mencari lawan hanya untuk mencari kawan, mereka berhenti lari dan diminta untuk berkumpul kembali. Setelah mengadakan pembicaraan diketahuilah bahwa rombongan itu adalah sebuah kaum yang diketuai oleh nyinyik Romai, mereka berasal dari Ponggang Padang Sibusuk, mereka lari dari sana karna takut akan diperangi oleh datuk datuk Padang Sibusuk sebab nyinyik romai didakwah bersuami dua orang. Tadinya mereka lari karna mereka sangka yang datang orang-orang Padang Sibusuk untuk menyerang mereka. Dalam pembicaraan selanjutnya datuk datuk nan balimo meminta nyinyik Romai dengan kaumnya mau tinggal di daerah/ulayat datuk datuk nan balimo bersama membuat nagari. Nyinyik romai berfikir terlebih dahulu karena tujuan mereka mencari tempat yang lebih aman yakni hendak ke pematang rantau berayam kuau, berkambing kijang dan berantal banie yakni mencari hutan tempat bersembunyi. Demikian takutnya nyinyik Romai dan kaumnya dengan serangan orang orang Padang Sibusuk. Sesungguhpun demikian nyinyiek Romai akan memikirkannya dan merundingkan lebih dahulu dengan kaumnya.
Sekarang mari kita pangkali kembali sejarah nyinyik Romai ini. Menurut cerita orang tua tua : nyinyik Romai adalah ketua kaum di Ponggang Padang Sibusuk seperti telah disebut diatas. Ponggang waktu itu apakah merupakan dusun atau koto bahagian dari kenagarian Padang Sibusuk tidak dijelaskan dalam cerita. Yang jelas nyinyik Romai adalah orang berpengaruh di ponggang itu dan gelar atau panggilan “nyinyik” itu bukanlah karena ia telah tua malahan gelar itu sebagai kehormatan kepadanya. Beliau bersuamikan seorang guru agama mengajar mengaji disana bergelar Malin Khalipah. Murid murid Malin Khalipah banyak dan ada yang sudah dewasa. Pada suatu hari nyinyik Romai sakit dan meminta kepada suaminya agar dicarikan obat. Kata nyinyik Romai : obatnya ialah ikan kulari yang tujuh secampak” maksudnya ikan yang bernama kulari waktu menjalanya sekali mmenebarkan jala hendaklah dapat 7 ekor ikan kulari saja, tidak boleh bercampur dengan ikan jenis lain, sebelum dapat ikan yang demikian Malin Khalipah belum boleh pulang. Malin Khalipah menyangka istrinya “ngidam” atau mulai mengandung, orang ngidam biasa berkehendak yang aneh-aneh. Karena cintanya kepada istrinya maka Malin Khalipah berangkatlah pergi menjala ke sungai batang lawas. Sudah banyak kali menebarkan jala tidak sekali juga didapati 7 ekor ikan kulari sekali menebarkan jala. Ada ada saja malangnya, kalau ditemui ada 7 ekor ikan kulari didalam jala tetap saja ada campurnya dengan ikan jenis lain. Malin Khalipah terus saja menjala arah ke mudik sungai batang lawas bahwa keyakinan ikan yang diminta istrinya akan didapatnya. Setelah lebih dari tiga bulan menjala kata yang punya cerita Malin Khalipah sudah berputus harap untuk mendapat ikan yang dicarinya, kandungan istrinya sudah besar, ia ingin berjumpa dengan istrinya yang telah mengandung itu. Dalam waktu beberapa hari berjalan sampailah dia di ponggang kembali dengan membawa ikan segar yang baik dan ikan yang dikeringkan .
Sesampai dipintu rumah, alangkah terkejutnya Malin Khalipah karena istrinya nyinyik Romai dUduk berdua sekasur dengan muridnya Sutan Palembang seperti orang yang sudah kawin. Spontan Malin Khalipah menanyakan “apakah kalian sudah kawin?” “ya kami memang sudah kawin” jawab Sutan Palembang. Maka terjadilah perkelahian antara Malin Khalipah dengan Sutan Palembang. Dalam perkelahian itu Malin Khalipah meninggal dunia dan Sutan Palembang mendapat cidera. Nyinyik Romai bukan main takutnya menyaksikan kejadian itu. Berita itu segera tesebar kedaerah Ponggang dan Kenagarian Padang Sibusuk. Setelah kebenaran berita itu diteliti oleh datuk datuk kenagarian Padang Sibusuk, mereka segera mengadakan sidang. Nyinyik Romai harus dihadapkan kesidang datuk datuk kenagarian Padang Sibusuk untuk dihukum. Kalau tidak mau ia dengan kaumnya akan diperangi, begitulah bunyi keputusan datuk datuk tersebut. Putusan itu sampai ketelinga nyinyik Romai. Malamnya nyinyik Romai dengan kaumnya yang setia melarikan diri kearah timur dan sampailah mereka ke Silambau, mereka beristirahat disana. Sutan Palembang suami nyinyik Romai meninggal disana dan dikuburkan dikulit tanah di Silambau itu. Rupanya cedera karena perkelahian dengan Malin Khalipah tidak terobati. Setelah hati nyinyik Romai sudah tidak susah benar lagi, teringatlah ia hendak mandi berkasi atau berlimau, pergilah ia mandi ketepi air yang tidak jauh ditempat itu yakni ditepi sungai batang Palangki sekarang. Sampalah limau yang sebelah dicampakkan keatas bukit dan simpalah limau yang sebelah lagi dihanyutkannya bersama tempatnya yang disebut mundam. Mundam itulah yang ditemui oleh cucu tuangku yang karamek di boduok seperti yang telah diceritakan pada halaman yang lampau. Daerah tempat nyinyik Romai mencampakkan limau itu disebut sekarang “sopan limau purut” karena yang dipakai nyinyik romai untuk berlimau adalah limau purut, sedangkan tepian tempat mandinya dinamai tepian nyinyik Romai (sekarang tidak jadi tepian lagi).
Sementara datuk datuk nan balimo menunggu keputusan nyinyik Romai, bersedia atau tidaknya tinggal bersama di daerah datuk datuk nan balimo dan bersama sama membuat nagari, tibalah utusan dari datuk datuk nan ampek koto di Sijunjung. Utusan itu ialah manti tungga (manti tunggal) ia menyampaikan bahwa : ”nyinyik Romai dengan kaumnya telah ditahan oleh datuk datuk nan barampek di padang layang layang Sijunjung, minta dijemput kesana oleh datuk datuk nan balimo. “Datuk datuk nan balimo dengan serombongan kaumnya segera berangkat ke padang layang layang.
Setelah terjadi dialog antara ketiga kelompok itu, ternyata nyinyik Romai dengan kaumnya tidak mau tinggal dengan datuk datuk nan limo koto karena masih dekat dari Padang Sibusuk tentunya mereka akan diserang juga. Karena itu mereka berangkat juga kehilir menuju pematang rantau yang mereka sebut waktu perundingan di Silambau. Mereka berangkat malam hari dan kesiangan di padang layang layang, diketahui oleh anak kemenakan datuk datuk nan barampek menahan dan menyuruh kembali ke daerah datuk nan balimo di Palangki, karena datuk itu akan mendirikan nagari. Nyinyik Romai tidak mau karena mereka takut, lalu tuangku nan kiramek di Sijunjung kemudian terkenal dengan sebutan tuangku nan kiramek di supayang solok menancapkan sepotong aur ketanah dan berkata “kalau nyinyik Romai dengan rombongan berani melampaui aur itu, nyinyik romai dan rombongan akan celaka” (Menurut cerita waktu ditancapkan aur itu oleh tuangku nan kiramek aur itu segera berpucuk dan berdaun) melihat keanehan itu nyinyik Romai dengan kaumnya tidak jadi berangkat, mereka mau tinggal bersama datuk datuk nan balimo dengan mempunyai persyaratan, itulah sebabnya diutus manti tunggal kepada datuk datuk nan balimo agar diadakan perundingan lagi. Setelah sampai di padang layang layang maka dibuatlah permufakatan nyinyik Romai mengusulkan sebagai berikut:
- Kami minta ditempatkan didaerah yang “Baparik aie dan bapaga orang” supaya aman dari serangan datuk datuk Padang Sibusuk.
- Supaya anak cucu kami nantinya jangan dikatakan orang orang pelari, kami diberi kebesaran dalam nagari.
- Kami sudah kehilangan ranah laweh di ponggang, supaya diganti dengan ranah nan elok.
Ketiga permintaan itu, datuk datuk nan balimo menerimanya dan berjanji akan memberi dan akan melaksanakan perjanjian itu. Setelah selesai perundingan itu maka berangkatlah rombongan nyinyik Romai bersama rombongan datuk datuk nan balimo kedaerah limo koto. Sesampainya didaerah Dt.Mogek Kenamaan ditembakkanlah bedil setangga untuk memberitahu kepada anak kemenakan datuk datuk nan balimo bahwasanya rombongan nyinyik Romai sudah kembali bersama datuk datuk nan balimo. Daerah itu diberi nama “Gontom” berasal dari bunyi “dentum” bunyi bedil tadi. Mereka terus berjalan sampai dikaki sebuah bukit ditunjukkanlah oleh Dt.Bramban Basi sebuah ranah sambil mengatakan “yang maalur itu” yang akan saya berikan untuk pengganti rana laweh yang nyinyik Romai tinggalkan. Ranah itu sekarang bernamakan ranah gadang dan bukit tempat menunjukan tadi dinamai bukit “malutu” berasal dari kata aalud itu =mealur itu. Dalam perjalanan seterusnya kaum nyinyik Romai bertanya tanya juga dimana meraka akan ditempatkan. daerah mereka tempat mereka bertanya itu disebut “Ranah binanyo” berasal dari kata batanyo-tanyo. Mereka terus berjalan dan sampailah ke Palangki atas sekarang dan disinilah kaum nyinyik Romai disepekati tinggal oleh datuk datuk nan balimo yakni diatas ulayat Dt. Bramban basi. Untuk memenuhi permintaan nyinyik Romai supaya ia berparit atau berpagar orang maka Datuk Bramban Basi pulalah yang bersedia pindah membuat nagari keseberang sungai batang Palangki sekarang. Hal ini disepakati oleh datuk datuk yang berempat lainnya. Karena datuk baramban basi “Talangkah” =melangkah atau pindah keseberang sungai dinamakanlah nagari yang akan dibuat itu “Palangki” berasal dari kata palangkahan dan nama Muaro Laweh diganti dengan “Muaro Bodi” yakni nama nagari yang akan dibuat Dt. Bramban basi diseberang sungai batang Palangki. Dinamakan Muaro Bodi karena tempat bermuaranya budi yang ditanam oleh Dt. Bramban Basi. Semenjak Dt. Bramban basi pindah ke Muaro Bodi merasa amanlah kaum nyinyik Romai berdiam di Palangki karena sudah berparit air dan berpagar orang, tidak akan dapat lagi diserang oleh datuk datuk kenagarian Padang Sibusuk.
Dalam proses berdirinya kedua nagari ini berdatanganlah pendatang-pedatang baru ke Muaro Bodi dan Palangki , ada yang menepat kepada Dt.Rajo mudo , ada yang kepada Dt.Lelo panjang dan ada kepada Dt.Sinaro nan putih serta kepada Dt.Mogek kenamaan. Yang paling banyak menepat kepada Dt. Bramban Basi, mana yang datang dari turunan penghulu ketua kaumnya diangkat menjadi penghulu oleh datuk datuk yang bersangkutan namun demikian harus mendapat kesepakatan bersama dari datuk datuk yang berlima itu. Nama-nama suku , mereka sedapatnya disesuaikan dengan nama suku ditempat asal tetapi ini tida mutlak demikian sebab menurut penelitian penulis banyak suku ninik mamak dikedua nagari tersebut tidak senama (sesuai dengan nama suku dinagari asal mereka). Ketua kaum yang diangkat menjadi penghulu oleh datuk datuk tadi diberi berulayat sekali oleh datuk yang mengangkatnya. Menurut adat “Soko harus dengan pusakonya sekali” soko adalah pangkat adat. Batas-batas tanah ulayat yang menjadi pusako penghulu tadi dijelaskan sekali jihat pasupadannya dengan penghulu atau ninik mamak yang berdampingan. Cara mengangkat ninik mamak yang tiga jenis lainnya yakni pengangkat manti, dubalang dan pandito sama halnya dengan pengangkatan penghulu. Mana-mana kaum yang datang menepat kepada Dt. Rajo ketua diangkat oleh Dt. Rajo mudo menjadi manti atau dubalang maupun pandito sesuai dengan sako kaum itu ditempat asal. Begitu juga halnya dengan yang datang menepat kepada Dt. Lelo Panjang, kepada Dt. Mogek Kenamaan dan kepada Dt. Sinaro putih serta yang datang menepat kepada Dt. Bramban Basi. Melihat kenyataannya sekarang berdasarkan pengamatan yang paling banyak menepat datang kepada Dt. Bramban Basi, karena umumnya ninik mamak kenagarian Palangki dan kenagarian Muaro Bodi berdiam dan berpusako diatas ulayat Dt. Bramban Basi yakni ulayat pematang berangan.
Datuk-datuk nan batujuh di Muaro Bodi ialah :
- Mandaro Gamuok suku patapang tangah.
- Panghulu Batuah suku korong laweh.
- Mandaro Sati suku jambak.
Ketiga suku itu disebut :”urang urang nan tigo nyinyik” yang mempunyai kerapatan pula.
- Majo Boyan suku melayu boduok.
- Panghulu Garang suku caniago.
- Penghulu Sutan suku tanjung.
- Gadang Majo Lelo suku piliang.
Kekempat suku itu disebut orang nan ampek suku yang mempunyai kerapatan pula.
KESIMPULAN :
- Sebelum nagari Muaro Bodi dan nagari Palangki berdiri, sudah ada 5 buah “koto” yang terletak pada seiliran sungai batang palangki yakni : koto boduok, koto muaro balai, koto batu mangunyiek dan koto somin tato serta koto bukit pematang barangan.
- Datuk datuk nan balimo yang mempunyai koto-koto tersebut bersepakat untuk mendirikan nagari, maka mulailah mereka membuat bakal koto di ranah timbarau. Hal ini terungkap oleh kato pusako yang berbunyi “bukan palangki bak kini, ranah timbarau dahulunya”.
- Kedatangan rombangan kaum nyinyiek romai dari ponggang padang sibusuk merupakan percepatan proses berdirinya nagari Muaro Bodi dan nagari Palangki.
- Pada tahapan pertama berdiri nagari Muaro Bodi mempunyai tujuh buah suku dan dikenal dengan DATUK DATUK NAN BATUJUH